KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan kekuatan, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan Salam penulis persembahkan kepada Nabi Muhammad Saw, Keluarga, Sahabat dan orang-orang yang selalu istiqamah didalam agama Islam.
Rasa syukur penulis yang sedalam-dalamnya kepada Allah Swt yang telah memberikan karunia kepada penulis sehingga tersusunlah makalah ini dengan judul Konsep Teoritis Thalasemia
Akhirnya, penulis menginsafi bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, tanggapan dan teguran dari dosen Mata Kuliah Sistem Imun dan Hematologi khususnya dan para pembaca umumnya sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Atas teguran dan kritiknya yang bersifat konstruktif terlebih dahulu kami ucapkan terima kasih.
Bengkulu, April 2010
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………….... 1
B. Tujuan Penulisan Makalah ................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ...................………………….………………….. 3
B. Etiologi ……………………………...................................... 4
C. Patogenesis/Patofisologi .............………………………….. 4
D. Manifestasi Klinik ………………….………………….. 6
E. Woc .......................................……………………………... 7
F. Penatalaksanaan ..........................………………………….. 8
G. Komplikasi ..............................……………………………... 8
H. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjanh ……………………….. 9
BAB III Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan ………………….………………….. 10
A. Pengkajian ...........................……………………………... 15
B. Analisa Data .............................………………………….. 17
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan dan Saran ................………………………….. 19
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hematologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari darah, organ pembentuk darah dan jaringan limforetikuler serta kelainan-kelainan yang timbul darinya. Thalassemia merupakan kelainan hematologi yang jarang dijumpai baik di klinik maupun di lapangan. Thalassemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu. Secara laboratorik, anemia dijabarkan sebagai kelainan letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino lain. Anemia dapat dilasifikasikan berdasarkan defek genetik molekuler dan beratnya gejala klinis
Dalam skenario 2, dijelaskan bahwa ada seorang anak laki-laki 2 tahun datang dengan keluhan lemas. Dari heteroanamnesis, sejak 6 bulan ini, anak terlihat lemas, pucat, dan mudah capek, serta sering panas dan batuk pilek (sebulan bisa 2 kali sakit). Sudah 2 kali mendapat obat tambah darah tapi tidak membaik. Pasien adalah anak pertama, ibu pasien sedang hamil anak kedua(2 bulan). Pasien berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi kurang. Dalam keluarga, salah satu sepupunya juga menderita penyakit yang sama dan sering mendapat transfusi darah. Pada pemeriksaan fisik didapat keadaan umum : anak tampak kurus (BB 10 kg, TB 75 cm), anemis, lemas. Tanda vital : frekuensi nadi 120 kali/menit, respirasi 24 kali/menit, suhu badan 38o C. Tonsil membesar dan kemerahan, faring kemerahan.teraba splenomegali sebesar 1 shuffner dan hepatomegali sebesar 2 jari di bawah arcus costarum. Pengetahuan khusus mengenai thalassemia dan sintesis hemoglobin memberi wawasan mengenai dasar hematologi dalam skenario ini. Oleh karena itu, dalam laporan ini penulis akan membahas mengenai klasifikasi, etiologi, patogenesis, penatalaksanaan, dan hal-hal yang berkaitan dengan thalassemia dengan menerapkan prinsip-prinsip ilmu dasar hematologi yang relevan.
2. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
- Untuk mengetahui sintesis, fungsi, dan tahapan perkembangan hemoglobin dalam tubuh.
- Untuk mengetahui jenis-jenis hemoglobin patologis.
- Untuk mengetahui pengertian dari thalassemia, anemia hemolitik, dan hemoglobinopathy.
- Untuk mengetahui gejala klinis, patogenesis, dan patofisiologi dari ketiganya.
- Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosis sesuai dengan skenario 2 ini.
- Untuk mengetahui jenis-jenis pemeriksaan penunjang yang relevan dengan sekenario kali ini.
- Untuk mengetahui penatalaksanaan dan prognosis pada penyakit yang didiagnosis.
BAB 11
PEMBAHASAN
A. Konsep Teoritis Penyakit
1. Defenisi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif (Mansjoer, 2000:397).
Thalasemia adalah sekelompok penyakit/kelainan herediter yang heterogen disebabkan oleh adanya defek produksi hemoglobin normal, akibat kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai kelainan morfologi eritrosit dan indeks-indeks eritrosit (Soeparman 1999).
Secara molekuler thalassemia dibedakan atas thalassemia α dan thalassemia β. Namun berdasarkan gejala klinisnya, thalassemia terbagi menjadi thalassemia minor, thalassemia mayor dan thalasemmia intermedia.
Macam-macam Thalasemia
- Thalasemia beta.
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a. Thalasemia beta mayor.
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan. Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”.
Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
b. Thalasemia Intermedia dan minor.
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia).
- Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.
2. Etiologi
Faktor genetik.
Thalasemia bersifat primer dan sekunder:
o Primer: Berkurangnya sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular.
o Skunder: Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma intra vaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikulo endotellal.
3. Patogenesis/patofisiologi
Berkurangnya sitensis Hb dan eritropoesis yang telah efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular. Juga bisa disebabkan karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi dan distruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa hati.
Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa/beta hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosidrosis merupakan hasil kombinasi antara transufi berulang peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemiakronis, serta proses hemolisis. (Mansjoer:2000:497)
Akibat penurunan pembentukan hemoglobin sel darah merah menjadi mikrosistik dan hipokronik.
Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A yang terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dan 2 rantai sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2% pada keadaan normal. Hemoglobin F setelah lahirnya feotus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa yaitu tidak lebih dari 4%. Pada keadaan normal, hemoglobin F terdiri dari 2 ranti alfa dan 2 rantai gama.
Pada Thalasemia satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat pembentukan hemoglobin normal orang dewasa (Hb A). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrok mikrosfer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan Hb A2 atau Hb F tidak terganggu karena tidak mengandung rantai beta dan berproduksi lebih banyak dari keadaan normal, mungkin sebagai kompensasi.
Eritropoesis sangat giat, baik didalam sumsum tulang maupun ekstramedular hati dan limpa. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit mendadak serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan. Walaupun eritropoesis sangat giat. Hal ini tidak mampu mendewasakan eritrosit secara efektif mungkin karena adanya presipitasi didalam eritrosit.
Defek gen-gen yang bersangkutan dalam produksi rantai globin berbeda-beda dan kombinasi defek juga munkin. Maka dari itu ada fariasi yang luas penyakit heterogen ini dan penggolongannya tidak semudah konsep homozigot atau heterozigot. (Soeparman: 1999)
4. Manifestasi Klinik
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
|
6. Penatalaksanaan
1. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
2. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.
3. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
4. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.
7. Komplikasi
Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. "Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas.
Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi. "Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di mana-mana." Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian. "Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
b. Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.
BAB 111
Konsep Asuhan Keperawatan
NO | Diagnosa Keperawatan | Rencana Keperawatan | ||
Tujuan & Kritera | Rencana Intervensi | Rasional | ||
1 2 3 | Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel Introleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat : penurunan Hb, leokopenia atau penurunan granolosit | Setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan baik Kriteria hasil : - Tidak terjadi palpitasi - Kulit tidak pucat - Membranmukosa lembab - Keluaran urine adekuat - Tidak terjadi mual/muntah dan distensi abdomen - Tidak terjadi perubahan tekanan darah - Orientasi klien baik Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam toleransi terhadap aktivitas meningkat. Kreteria hasil: Menunjukan penurunan tanda fisiologi intoleransi, misalnya nadi, pernafasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal pasien. Seteah dilakukan asuhan keperawatan selama 524 jam tidak terjadi infeksi. Kreteria hasil: -Tidak ada teman -Tidak ada drainage purulen atau erotema -Ada peningkatan penyembuhan luka | 1. Awas tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku 2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi 3. Sedikit keluhan nyeri dada 4. Kaji respon verbal melambat,mudah terangsang,agitasi gangguan memori, bingung 5. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai 6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium Hb, Hmt, AGD 7. Kolaborasi dalam pemberian transfuse. 8. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfuse. 1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas 2. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah beraktivitas 3. Catat respon terhadap tingkat aktivitas. 4. Berikan lingkungan yang tenang 5. Pertahankan tirah baring jika di indikasikan 6. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing. 7. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat 8. Pilih priode istirahat dengan priode aktivitas 9. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan 10. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi 11. Gunakan teknik penghematan energy misalnya mandi dengan duduk 1. Pertahanan teknik septic antiseptic pada prosedur perawatan 2. Dorong perubahan ambulasi yang sering 3. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat 4. Pantau dan batasi pengunjung 5. Pantau tanda-tanda vital 6. Kolaborasi dalam pemberian antiseptic dan antipiretik | 12. Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi 13. Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenisasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontra indikasi bila ada hipotensi 14. Perubahan dapat menimbulkan penunjukkan peningkatan sel sabit/penurunan sirkulasi dengan keterlibatan organ lebih lanjut. 15. Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia/defisiensi vit B12 16. Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifir. Kenyamanan pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasokontriksi. 17. Mengindentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi. 18. Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen: memerbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko pendarahan. 1. Mempengarui pilihan intervensi/bantuan 2. Member informasi tentang derajat/keadekuatan berfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi 3. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksugen adekuat ke jaringan 4. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru 5. Untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan istirahat cukup 6. Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan resiko cedera 7. Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada sistem jantung dan paru 8. Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri 9. Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan 1. Menurunkan resiko kolonisasi/infeksi 2. Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilitas sekresi untuk mencegah peneumonia 3. Membantu dalam pencernaan secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh. 4. Membatasi pemajanan(pada bakteri 5. Adanya proses infeksi/inflamasi membutuhkan evaluasi/pengobatan. 6. Mungkin digunakan secara propilatip untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local. |
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama pasien anak C lahir di Kebumen 30 Mei 2006, umur 3 tahun, agama Islam, alamat Panjang sari RT 01/01 Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen. Nomor RM 104283 dengan diagnosa medis Thalasemia, masuk pada tanggal 17 Mei 2009.
Sebagai penanggung jawab pasien adalah Ayahnya yang bernama Tn. A dengan pendidikan terakhir SMA, pekerjaan wiraswasta agama Islam, alamat Panjangsari RT. 01/01 Kecamatan Gombong, Kebumen.
2. Riwayat Keperawatan
Pasien datang ke Poli anak RSUD Kebumen pada tanggal 9 Agustus 2008, dengan keluhan lemas dan terlihat pucat. Pasien pernah mempunyai riwayat transfusi dengan penyakit yang sama 1 tahun yang lalu di Jogja. Pada saat dikaji tanggal 18 Mei 2009 pasien terlihat lemas dan pucat, kapileri refiil 3 detik, konjungtiva anemis, ekstrensitas dingin, pasien sudah ditransfusi PRC 1 Kolf (200 mL) pada tanggal 9 Agustus 2008 pukul 17.00 WIB. Tanda-tanda vital N = 106 kali/menit, R = 20 kali/menit, Suhu = 35,60C. Gigi pasien terlihat kotor, mukosa bibir kering, rambut tak rapi. Ekstremitas atas terpasang infus NaCl 12 tmp, pasien mendapatkan terapi oral paracetamol sirup ¼ sendok kalau perlu. Berat badan 13 kg, golongan darah B, Hb = 5 g/dl, Tinggi badan 95 cm.
Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara, Ayah pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara dan ibu pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Pasien diasuh oleh orang tuanya. Dalam keluarga tersebut tidak mempunyai riwayat penyakit menurun atau menular.
Berikut pasien tinggal 1 rumah dengan kedua orang tuanya dan satu orang kakak perempuannya.
3. Pengkajian Fokus
Pada tanggal 18 Mei 2009, pada Pola Aktivitas dan pola latihan sebelum sakit pasien biasa bermain masak-masakan dengan orang tuanya dan teman-temannya, bisa mandi sendiri. Pada saat dikaji pasien terlihat lemas, ekstremitas kanan atas terpasang infus NaCl 12 tpm, pasien baru diseka tadi pagi tetapi belum gosok gigi.
Pada pengkajian pola kognitif persepsi ditemukan data orang tua pasien sering bertanya tentang proses penyakit anaknya dan kondisinya saat ini. Pada pengkajian koping pada toleransi stress ditemukan data anak takut saat didekati oleh perawat, anak Cenangis dan digendong orang tuanya.
B. Analisa Data
NO | DATA | ETIOLOGI | MASALAH KEPERAWATAN |
1 | DO · Penurunan Penurunan badan di bawah normal. · Penurunan toleransi untuk aktivitas, kelemahan dan kehilangan tanus otot | · Faktor genetik Thalasemia bersifat primer dan sekunder: o Primer: Berkurangnya sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular o Skunder: Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma intra vaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikulo endotellal |
|
Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
- perubahan perfusi b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk peniriman oksigen ke sel
- Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2
- resiko infeksi b.d pertahanan sekunder tidak adekuat : penurunan Hb, penurunan granulosit
BAB 1V
PENUTUP
A. Kesimpulan Dan Saran
1. Dari hasil heteroanamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, anak tersebut didiagnosa menderita thalassemia.
2. Thalassemia merupakan bagian dari hemoglobinopati yang merupakan salah satu dari jenis anemia hemolitik.
3. Thalassemia pada anak tersebut belum pasti diketahui jenisnya. Untuk itu, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut agar nantinya dalam penatalaksanaan penanganan yang dilakukan dapat tepat sesuai dengan jenis thalassemianya. Akan tetapi, kemungkinan besar thalassemia beta mayor. Hal ini dikarenakan terdapat gejala hepatosplenomegali.
4. Penatalaksanaan pada thalassemia diberikan kelasi besi (desferoxamine), Vitamin C 100-250 mg perhari, Asam folat 2-5 mg perhari, dan Vitamin E 200-400 IU (International Unit) perhari.
5. Prognosis dari thalassemia pada umumnya baik apabila diberi penatalaksanaan yang sesuai. Tetapi pada skenario 2 ini, terdapat gejala hepatosplenomegali yang mengindikasikan bahwa penderita yang masih berusia 2 bulan telah sampai pada stadium berat. Dalam hal ini, prognosisnya buruk.
6. Di samping terapi medikamentosa, juga diberikan edukasi dan program prevensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar