Kamis, 09 Juni 2011

asuhan keperawatan pada pasien empiema

KATA PENGANTAR


Segala puji hanya milik Allah. Sholawat dan salam kepada Rasulullah. Berkat limpahan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan dengan Pasien Empiema”.
Penyusunan makalah ini untuk melengkapi tugas dalam semester ini,lewat makalah ini kelompok kami berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang medis,serta pembaca dapat mengetahui tentang bagaimana dan apa sebenarnya Empiema paru itu.
Dalam makalah ini kami akan membahas masalah Empiema paru Semoga makalah ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi kepada mahasiswa STIKES TRI MANDIRI SAKTI sebagai bekal pembelajaran. Dan tentunya makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Untuk itu kepada dosen pembimbing kami minta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang.












DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
C. Manfaat 1
BAB II Tinjauan Teoritis
A. Konsep Dasar Teori 2
1. Pengertian 2
2. Etiologi 2
3. Klasifikasi dan Stadium Penyakit 3
4. Patifisiologi 5
5. WOC 7
6. Manifestasi Klinis 8
7. Pemeriksaan Penunjang 8
8. Penatalaksanaan 9
9. Komplikasi 11
B. Konsep Dasar ASKEP 11
1. Pengkajian Teoritis Lengkap 11
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul 12
3. Rencana Asuhan Keperawatan 14
BAB III Tinjauan Kasus
A. Pengakajian Lengkap 16
B. Diagnosa Keperawatan yang muncul 28
C. NCP (Nursing Care Planning) 29
D. Analisa Data 31
E. Implementas dan Evaluasi (SOAP) 32

BAB IV Penutup
A. Kesimpulan 35
B. Saran 35
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Empiema masih merupakan masalah dalam bidang penyakit paru karena secara signifikan masih menyebabkan kecacatan dan kematian walaupun sudah ditunjang dengan kemajuan terapi antibiotik dan drainase rongga pleura maupun dengan tindakan operasi dekortikasi.
Penyakit tersebut dapat pula disebabkan oleh :
a. Trauma pada dada (sekitar 1 – 5 % kasus mendorong ke arah empiema)
b. Pecahnya abses dari paru-paru kedalam rongga pleura
Untuk itu Penulis berharap makalah asuhan keperawatan pada pasien empiema ini dapat membantu mahasiswa atau masyarakat dalam menangani pasien empiema


B. TUJUAN
1. untuk menambah wawasan tentang empiema paru
2. Mengetahui dan memahami tentang proses penyakit, pengertian, penyebab, dan perawatan dari Empiema
3. Mengetahui dan memahami pengkajian yang dilakukan, masalah keperawatan yang muncul, rencana keperawaatan dan tindakan keperawatan yang diberikan dan evaluasi keperawatan yang dilakukan.

C. MANFAAT
1. kita bisa mengetahui apa sebenarnya penyakit tersebut
2. kita bisa mengetahui latar belakang penyakit tersebut

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR TEORI
1. Pengertian
Adalah Pengumpulan cairan purulen (pus) dalam kavitas pleural. Pada awalnya, cairan pleura sedikit, dengan hitungan leukosit rendah, tetapi seringkali cairan ini berkembang ketahap fibro purulen dan akhirnya ketahap dimana cairan tersebut membungkus paru dalam membran eksudatif yang tebal. Kondisi ini dapat terjadi jika abses paru meluas sampai kavitas pleural. Meskipun Empiema bukan merupakan komplikasi lazim infeksi paru, Empiema dapat saja terjadi jika pengobatan terlambat.
2. Etiologi
1. Berasal dari Paru
a. Pneumonia
Infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke pleura, penyebaran melalui sistem limfatik atau penyebaran secara hematogen. Penyebaran juga bisa terjadi akibat adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia
b. Abses Paru
Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus atas dan segmen apikal lobus bawah, dan sering terjadi pada paru kanan, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri
Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara, kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema.



2. Infeksi Diluar Paru
a. Trauma Pembedahan
Pembedahan thorak yang tidak steril dapat mengakibatkan masuknya kuman ke rongga pleura sehingga terjadi peradangan di rongga pleura yang dapat menimbulkan empiema. Akibat instrument bedah, rupturnya esophagus, bocornya anastomis esophagus dan fistula bronkopleural yang diikuti dengan pneumonektomi
3. Bakteriologi
a. Staphilococcus aureus
Bakteri ini adalah bakteri gram positif dengan sifatnya yang dapat menghemolisa darah dan mengkoagulasi plasma. Bakteri ini tumbuh dalam keadaan aerob, bakteri ini dapat memproduksi eksotoksin yang dapat menghemolisis eritrosit, kemudian leukocidin yang dapat membunuh leukosit, dan menyebabkan peradangan pada rongga pleura

3. KLASIFIKASI dan STADIUM
Empiema dibagi menjadi dua:
1. Empiema Akut
Empiema akut disebabkan oleh infeksi akut di paru atau diluar paru. Mungkin pada fase infeksi, cairan tidak tampak sebagai pus tetapi sebagai cairan jernih kuning atau kekuning-kuningan. Sering timbul endapan fibrin sehingga sulit mengeluarkan nanahnya.
Empiema dapat berasal dari radang paru seperti pneumonia atau abses. Infeksi dari luar dapat disebabkan oleh trauma atau secara iatrogenic. Abses amuba atau infeksi pleuritis eksudativa juga dapat mengakibatkan empiema akut; akhirnya harus disebut juga fungus sebagai penyebab
2. Empiema Kronik
Empiema disebut kronik bila paru sudah tidak bisa mengempis lagi ketika rongga pleura dibuka atau ketika dibuat hubungan langsung dengan dunia luar, umumnya keadaan ini disebabkan oleh terbentuknya fibrin yang merupakan pembukus tebal (sampai 1 cm) dan keras yang disebut korteks empiema. Karena adanya korteks ini paru tidak dapat menguncup bila rongga pleura dibuka. Kadang empiema menembus dinding dada sampai menyebabkan fistel kulit. Keadaan ini disebut empiema nesesitasis.
Apabila pleura parietalis dan viseralis menyatu pada tempat tertentu terjadi yang disebut lakunasi, sehingga empiema terdapat dibeberapa ruang. Karena kronik ini dapat terjadi karena penyebab empiema tidak dihilangkan, mungkin juga karena adanya benda asing.
Ada tiga stadium empiema toraks yaitu:
1. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdirir atas neutrofil.stadium ini terjadi selama 24 – 72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat perbaikan.
2. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional yang dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri dan debris seluler. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membrane fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7 – 10 hari dan sering membuntuhkan penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.
3. Stadium 3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit fibrinosa pada membrane pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi jalannya tuba torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan hasil dari proliferasi fibroblast. Parenkim paru menjadi terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi selama 2 – 4 minggu setelah gejala awal.
4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme penyebaran infeksi sehingga mencapai rongga pleura
1. Infeksi paru, infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke pleura, penyebaran melalui sistem limfatik atau penyebaran secara hematogen. Penyebaran juga bisa terjadi akibat adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia atau adanya abses yang ruftur ke rongga pleura.
2. Mediastinum, kuma-kuman dapat masuk ke rongga pleura melalui tracheal fistula, esofageal fistula, asanya abses di kelenjar mediastinum
3. Subdiafragma, asanya proses di peritoneal atau di visceral dapat juga menyebar ke rongga pleura
4. Inokulasi langsung, inokulasi langsung dapat terjadi akibat trauma, iatrogenik, pasca operasi. Pasca operasi dapat terjadi infeksi dari hemotoraks atau adanya leak dari bronkus.
Proses infeksi di paru seperti pneumonia, abses paru, sering mengakibatkan efusi parapneumonik yang merupakan awal terjadinya empiema, ada tiga fase perjalan efusi parapneumonik,
- fase pertama atau fase eksudatif yang ditandai dengan penumpukan cairan pleura yang dteril dengan cepat dirongga pleura. Peumpukan cairan tersebut akibat peninggian permeabilitas kapiler di pleura visceralis yang diakibatkan pneumonitis. Cairan ini memiliki karakteristik rendah lekosit, rendah LDH, normal glukosa, dan normal pH.
- Bila pemberian antibiotik tidak tepat, bakteri yang berasal dari proses pneumonitis tersebut akan menginvasi cairan pleura yang akan mengawali terjadinya fase kedua yaitu fase fibropurulen pada fase ini cairan pleura mempunyai karakteristik PMN lekosit tinggi, dijumpai bakteri dan debris selular, pH dan glukosa rendah dan LDH tinggi. Pasa fase ini, penanganan tidak cukup hanya dengan antibiotik tetapi memerlukan tindakan lain seperti pemasangan selang dada.
- Bila penanganan juga kurang baik, penyakit akan memasuki fase akhir yaitu fase organization. Pada fase ini fibroblas akan berkembang ke eksudat dari permukaan pleura visceralis dan parietalis dan membentuk membran yang tidak elastis yang dinamakan pleural feel. Pleural feel ini akan menyelubungi paru dan menghalangi paru untuk mengembang. Pada fase ini eksudat sangat kental dan bila penanganan tetap tidak baik, penyakit dapat berlanjut menjadi empiema.





























5. WOC






















6. MANIFESTASI KLINIS

a. Empiema Akut
Dari anamnesis ditemukan batuk-batuk yang tidak produktif setelah suatu infeksi paru atau bronkopneumonia, atau terdapat gejala dan tanda yang sesuai dengan penyebab lain. Biasanya penderita mengeluh nyeri dada kalau cairan belum banyak. Penderita tampak sakit berat, pucat, sesak napas, dan mungkin terdapat napas cuping hidung. Pada palpasi, fremitus vocal melemah, pada perkusi ditemukan pekak yang memberikan gambaran garis melengkung, sedangkan auskultasi mungkin memperdengarkan krepitasi, bising napas yang hilang, atau ronki yang menghilang di batas cairan.
b. Empiema Kronik
Dari anamnesis dapat diketahui apakah ada penyakit yang sudah lama diderta, misalnya tuberculosis paru, bronkiektasis, abses hepar, abses paru, atau kanker paru. Pada pemeriksaan biasanya keadaan umum tidak baik, demam, gizi kurang, dada yang terkena lebih kecil dari yang sebelah, dan gerakan pernapasan tertinggal baik pada akhir inspirasi atau ekspirasi. Pada palpasi fremitus vocal sering meninggi tetapi kadang-kadang melemah. Perkusi redup sampai pekak tergantung dari keadaan fibrosisnya.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologis :
- Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
- Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran posteroanterior.
- Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
- Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula bronkopleural.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) :
- Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang terlokalisir.
- Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
3. Pemeriksaan CT scan :
- Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
- Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan

8. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan pada empiema :
1. Pengosongan ronga pleura dari nanah
a. Aspirasi Sederhana
Dilakukan berulangkali dengan memakai jarum lubang besar. Cara ini cukup baik untuk mengeluarkan sebagian besar pus dari empiema akut atau cairan masih encer. Kerugian teknik seperti ini sering menimbulkan “pocketed” empiema. USG dapat dipakai untuk menentukan lokasi dari pocket empiema.
b. Drainase Tertutup
Pemasangan “Tube Thoracostomy” = Closed Drainage (WSD) Indikasi pemasangan drain ini apabila nanah sangat kental, nanah berbentuk sudah dua minggu dan telah terjadi pyopneumathoraks. Upaya WSD juga dapat dibantu dengan penghisapan negative sebesar 10 – 20 cmH2O.Pemasangan selang jangan terlalu rendah, biasanya diafagma terangkat karena empiema. Pilihlah selang yang cukup besar. Apabila tiga sampai 4 mingu tidak ada kemajuan harus ditempuh dengan cara lain seperti pada empiema kronis.
c. Drainase Terbuka (open drainage)
Karena Menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus sering mengganti atau membersihkan drain.

2. Pemberian antibiotika
Antibiotika diberikan secara adekuat sesuai dengan hasil uji resistensi. Dalam keadaan tidak dapat dilaksanakan uji resistensi atau diperkirakan hasil pemeriksaan resistensi akan datang terlambat, pengobatan polifragmasi antibiotika diperlukan dengan mempertimbangkan kuman yang biasanya menyebabkan empiema. Antibiotika polifragmasi tersebut, misalnya kombinasi antara penisilin dan kloramfenikol atau antara ampisilin dan kloksasilin.
3. Penutupan rongga empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilakukan dilakukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
a. Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi:
1) Drain tidak berjalan baik Karen banyak kantung-kantung
2) Letak empiema sukardicapai oleh drain
3) Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis
b. Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena tekanan atmosfer.
4. Pengobatan kausal
Tergantung penyebabnya misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoebiasis, TB, aktinomeicosis, diobati dengan memberikan obat spesifik untuk masing-masing penyakit.


5. Pengobatan tambahan dan Fisioterapi
Dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas
9. KOMPLIKASI
Sebagian komplikasi dapat terjadi perluasan per-kontinuitatum misalnya perikarditis purulenta, fistel bronkus, abses paru, piopneumotoraks, osteomielitis tulang iga. Nanah dapat pula menembus dinding toraks sehingga timbul empiema nesesitasis. Perluasan secara hematogen dapat pula terjadi dan dapat mengakibatkan meningitis dan arthritis purulenta.
B. KONSEP DASAR ASKEP
1. Pengkajian Teoritis Lengkap
1. Pengkajian
o Biodata
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pakerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor registrasi
o Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak nafas.
o Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang sering muncul antara lain:
• Sesak napas
• Nyeri dada
• Panas tinggi
• Lemah
2. pemeriksaan fisik
o Pengkajian fisik
• Peningkatan dispnea
• Penurunan bunyi napas
• Penggunaan otot bantu pernapasan

o Keadaan umum
• Klien kurus, warna kulit tampak pucat
o Thorak / paru
• Ispeksi: Dada berbentuk barrel chest, dada anterior menonjol, punggung berbentuk kifosis dorsal, nafas pendek persistem dengan peningkatan dispenia.
• Palpasi: Penurunan fremitus
• Perkusi: Terdapat bunyi datar
• Auskultasi: Pada auskultasi tidak terdengarnya bunyi napas
o Kaji status pernapasan
o Kaji adanya sianosis
o Kaji fremitus taktil paru
o Lakukan pemeriksaan tanda vital lengkap
o Kaji adanya nyeri tekan bila napas
o Lakukan pemeriksaan paru cari
o Interaksi social
• Gejala: kurang dukungan system keluarga ( mungkin melibatkan kelompok umur atau prilaku misal alkoholisme)
• Tanda: perubahan tinggi suara, menolak orang lain untuk memberikan perawatan/ terlibat dalam rehabilitasi.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan:
a. bronkospasme,
b. peningkatan produksi secret ( secret yang tertahan kental).
2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan:
a. kurangnnya suplai O2 (obstruksi jalan napas oleh secret, bronkospasme.).
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
a. anoreksia,
b. mual, muntah,
c. efek obat,
d. kelemahan.
4. Perubah perfusi jaringan kardiopulmonar (aktual) dan perifer (risiko tinggi), yang berhubungan dengan:
a. Gangguan pada aliran darah
b. Masalah pertukaran pada tingkat alveolar / tingkat jaringan
5. Ketakutan / Kecemasan yang berhubungan dengan:
a. Dispnea berat / ketidak mampuan untuk bernapas normal
b. Persepsi akan mati


3. Rencana Asuhan Keperawatan
NAMA : Tn.A
RUANG RAWAT : Ruang Raflesia RSUD M.Yunus Bengkulu
DIAGNOSA MEDIK : Empiema Paru

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1 -Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan bronchospasme, sekret kental Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 X 24jam di harapkan
Bersihan jalan nafas efektif -Bunyi napas bersih
-Batuk efektif
1.auskultasi bunyi napas





2.Kaji frekuensi pernafasan

3.Catat : Keluhan Dispnea, keluhan lapar udara : Gelisah, distres nafas, penggunaan otot bantu pernafasan

4.Pertahankan lingkungan bebas polusi 1. Derajad spasme broncus (dengan / tanpa obstruksi saluran nafas) : ekspirasi mengi, tidak ada bunyi nafas, bunyi nafas redup

2.Prose infeksi akut (tachipnea)

3. Klien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas

4.Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut
2 - Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Obstruksi Jalan Nafas sekunder terhadap penumpukan sekret, Bronchospasme
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 X 24jam di harapkan
Pertukaran gas dapat dipertahankan
-Perbaikan sirkulasi dan oksigenasi
-GDA dalam batas normal
-Tanda distress pernafasan tidak ada
1.Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot bantu pernafasan dan ketidakmampuan bicara karena sesak

2.Bantu klien untuk mencari posisi yang nenudahkan bernafas, dengan kepala lebih tinggi

3.Bantu klien untuk batuk efektif




4.Auskultasi suara nafas 1.Evaluasi derajad distress nafas dan kronis atau tidaknya proses penyakit.



2.Suplai O2 dapat diperbarui dalam latihan nafas agar paru tidak kolaps.

3.Batuk efektif membantu mengeluarkan sputum sebagai sumber utama gangguan pertukaran gas.

4.Suara nafas redup oleh karena adanya penurunan penurunan aliran udara/ konsolidasi. Mengi menunjukkan adanya bronkospasme dan kracles menunjukkan adanya cairan
3 -Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Sesak nafas,anoreksia, mual, muntah, efek obat, kelemahan.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 X 24jam di harapkan
Status nutrisi dapat dipertahankan -BB tidak mengalami penurunan
-Intake makanan dan cairan adekuat
-Nafsu makan meningkat/baik
1.Obserasi intake dan output/8 jam. Jumlah makanan dikonsumsi tiap hari dan timbang BB tiap hari

2.Ciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan :
- Lakukan perawatan mulut sebelum dan setelah makan
- Bersihkan lingkungan tempat penyajian makanan
- Hindari pengunaan pengharum berbau menyengat
- Lakukan chest fisioterapi dan nebulizer selambat-lambatnya satu jam sebelum makan
- Sediakan tempat yang tepat untuk membuang tissue/sekret batuk
1.Mengidentifikasi adanya kemajuan/ penyimpanan dari tujuan yang diharapkan

2.Bau-bauan dan pemandangan yang tidak menyenangkan selama waktu makan dapat menyebabkan anoreksia. Obat-obatan yang dberikan segera seelah makan dapat mencetuskan mual dan muntah.



BAB III
TINJAUAN KASUS (KASUS FIKTIF)
A. Pengkajian lengkap
1. Data Biografi
Nama : Tn. A No Register : 01121992
Umur : 50 Tahun
Suku/bangsa : Rejang/Indonesia
Status perkawinan : Sudah Menikah
Agama : ISLAM
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Pagar Dewa Bengkulu
Tanggal masuk rumah sakit : 01 Desember 2010
Tanggal pengkajian : 01 Desember 2010
Catatan kedatangan : Kursi Roda ( ), Ambulance ( ), Brankar ( )
2. Keluarga terdekat yang dapat dihubungi:
Nama/umur : Ny.A. S/ 45 Tahun No. Telepon : 085366336196
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Pagar Dewa Bengkulu
Sumber informasi : Pasien, Keluarga Pasien


B. Diagnosa keperawatan yang muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi secret (secret yang tertahan kental).
2. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai O2 (obstruksi jalan nafas oleh secret, bronkospasme, dan terperangkapnya udara), destruksi alveoli.
3. Gangguan nutrisi yang kurang darikebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, efek samping pengobatan,dan produksi sputum.

C. NCP (Nursing Care Planing )
NAMA : Tn A
RUANG RAWAT : Ruang Raflesia RSUD M.Yunus Bengkulu
DIAGNOSA MEDIK : Empiema Paru
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1 -Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan bronchospasme, sekret kental Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 X 24jam di harapkan
Bersihan jalan nafas menjadi efektif -Bunyi napas bersih
-Batuk efektif
1.auskultasi bunyi napas





2.Kaji frekuensi pernafasan

3.Catat : Keluhan Dispnea, keluhan lapar udara : Gelisah, distres nafas, penggunaan otot bantu pernafasan

4.Pertahankan lingkungan bebas polusi 1. Derajad spasme broncus (dengan / tanpa obstruksi saluran nafas) : ekspirasi mengi, tidak ada bunyi nafas, bunyi nafas redup

2.Prose infeksi akut (tachipnea)

3. Klien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas

4.Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut
2 - Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Obstruksi Jalan Nafas sekunder terhadap penumpukan sekret, Bronchospasme
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 X 24jam di harapkan
Pertukaran gas dapat dipertahankan
-Perbaikan sirkulasi dan oksigenasi
-GDA dalam batas normal
-Tanda distress pernafasan tidak ada
1.Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot bantu pernafasan dan ketidakmampuan bicara karena sesak

2.Bantu klien untuk mencari posisi yang nenudahkan bernafas, dengan kepala lebih tinggi

3.Bantu klien untuk batuk efektif




4.Auskultasi suara nafas 1.Evaluasi derajad distress nafas dan kronis atau tidaknya proses penyakit.



2.Suplai O2 dapat diperbarui dalam latihan nafas agar paru tidak kolaps.

3.Batuk efektif membantu mengeluarkan sputum sebagai sumber utama gangguan pertukaran gas.

4.Suara nafas redup oleh karena adanya penurunan penurunan aliran udara/ konsolidasi. Mengi menunjukkan adanya bronkospasme dan kracles menunjukkan adanya cairan
3 -Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Sesak nafas,anoreksia, mual, muntah, efek obat, kelemahan.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 X 24jam di harapkan
Status nutrisi dapat dipertahankan -BB tidak mengalami penurunan
-Intake makanan dan cairan adekuat
-Nafsu makan meningkat/baik
1.Obserasi intake dan output/8 jam. Jumlah makanan dikonsumsi tiap hari dan timbang BB tiap hari

2.Ciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan :
- Lakukan perawatan mulut sebelum dan setelah makan
- Bersihkan lingkungan tempat penyajian makanan
- Hindari pengunaan pengharum berbau menyengat
- Lakukan chest fisioterapi dan nebulizer selambat-lambatnya satu jam sebelum makan
- Sediakan tempat yang tepat untuk membuang tissue/sekret batuk
1.Mengidentifikasi adanya kemajuan/ penyimpanan dari tujuan yang diharapkan

2.Bau-bauan dan pemandangan yang tidak menyenangkan selama waktu makan dapat menyebabkan anoreksia. Obat-obatan yang dberikan segera seelah makan dapat mencetuskan mual dan muntah.



D. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS:
• Kllien mengeluh susah untuk bernafas
• Klien menyatakan susah mengeluarkan sekret
DO:
• Klien menggunakan otot bantu pernapasan
• Mengi, ronchi, cracles
• Batuk menetap dengan produksi sputum
• TTV =
TD =140/90 mm/hg
ND = 120 x/c
S = 35,5
• Bronkopasme
• Peningaktan produksi sekret(sekret yang tertahan, kental)
Bersihan jalan nafas tidak efektif

2 DS:
• Klien menyatakan sulit mengeluarkan sekret
• Klien mengeluh gelisah.
DO:
• Dispnea.
• Perubahan tanda vital
• Penurunan toleransi aktivitas • Kurang nya suplai O2 ( obtruksi jalan nafas oleh sekret, bronkopisme dan terperangkapnya udara)
• Bronchospasme Gangguan pertukaran gas
3 DS:
• Klien menyatakan tidak nafsu untuk makan
• Klien menyatakan penurununan berat badan
• Klien mnyatakan adanya perubahan sensasi rasa
DO:
• Klien tampak kurus
• Klien letih, lelah, lesu • Dispenia
• Efek samping pengobatan
Kekurangan nutrisi

E. Implementasi dan Evaluasi (SOAP)

Nama Klien : Tn A
Ruang Rwat : Ruang Raflesia RSUD M. Yunus Bengkulu
Diagnostik Medik : Empiema Paru
Hari/tanggal Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi
Jum’at 05/12/2010 Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkospasme
• Peningkatan produksi sekret
• bronchospasme Jam 10.00 WIB
• Mengauskultasi bunyi napas
• Mengkaji frekuensi napas
• Mencatat : keluhan dispnea, gelisah, distress napas, penggunaan otot bantu pernapasan
• Mempertahankan lingkungan bebas polusi
Jam 14.00 WIB
S:
• Klien mengatakan bernapas lebih mudah
• Klien lebih mudah mengeluarkan sekret
O:
• TTV DBN =
TD = 120 – 130/80 – 85 mm/hg
ND = 60 -100 x/I
RR =
S = 36,3
• Klien tidak menggunakan otot bantu pernapasan
• Mengi, ronchi, cracles
• Batuk menetap dengan produksi sputum
A:
• Masalah teratasi sebagian
P:
• Intervensi di lanjutkan
Sabtu, 08-12 2011 - Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Obstruksi Jalan Nafas sekunder terhadap penumpukan sekret, Bronchospasme
Jam 12.00 WIB
mandiri
• Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernapasan, mencatat penggunaan otot bantu pernapasan dan ketidakmampuan bicara karena sesak
• Membantu klien untuk mencari posisi yang memudahkan bernapas, dengan kepala lebih tinggi
• Membantu klien untuk batuk efektif
• Mengauskultasi suara napas
Jam 15.00 WIB
S:
• Klien menyatakan mudah untuk mengeluarkan secret
• Klien menyatakan gelisahnya berkurang
O:
• Dispnea berkurang
• Tanda vital membaik
• Klien mudah untuk bernapas
• Aktivitas klien mulai membaik
A:
• Masalah teratasi
P:
• Intervensi dihentikan



Senin, 10-12- 2010 -Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Sesak nafas,anoreksia, mual, muntah, efek obat, kelemahan.
Jam 11.00 WIB
• Mengobservasi intake dan output/8 jam, jumlah makanan dikonsumsi tiap hari dan timbang BB tiap hari
• Menciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan:
- Melakukan perawatan mulut sebelum dan setelah makan
- Membersihkan lingkungan tempat penyajian makanan
- Menghindari penggunaan pengharum berbau menyengat
- Menyediakan tempat yang tepat untuk membuang tissue/secret batuk Jam 15.00 WIB
S:
• Klien menyatakan nafsu makannya membaik
• Klien menyatakan berat badannya normal

O:
• Klien tampak gemuk
• Klien menyatakan letihnya berkurang
A:
• masalah teratasi
P:
• intervensi dihentikan






BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari materi yang penulis buat dalam makalah yang cukup sederhana ini, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa penyakit empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) dalam rongga pleura, yang dapat mengisi rongga pleura, empiema sering disebabkan oleh kuman staphylococcus, pneumococcus.
Bentuk klinis empiema terdiri atas empiema akut yang merupakan sekunder dan empiema kronis yang berlangsung lebih dari tiga bulan, prinsip pengobatan empiema yaitu berupa pengosongan nanah, antibiotika, penutupan rongga pleura, pengobatan kausal, dan pengobatan tambahan.Untuk itu, kita sebagai umat atau manusia yang cerdas, tentu kita harus menjaga kesehatan dengan menghindari factor-faktor resiko penyebab penyakit tersebut.

B.Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari tentu banyak terdapat kesalahan dan kekurangn dalam penusunan kosep makalah dan konsep askep diatas. Untuk itu penulis sangat mengharapkan dukungan yang berupa kritik dan masukan yang membangun agar kedepan lebih baik. Dan penulis juga berharap, melalui makalah yang sangat sederhana ini, kita sebagai manusia yang berakal dan mandiri harus menghindari diri dari fakto-faktor yang dapat menimbulkan penyakit tersebut.




DAFTAR PUSTAKA

Price & Wilson.2002.Patofisiologi Bagian Klinis Proses-Proses Penyakit.JAKARTA:Buku kedokteran EGC
Brunner & suddarth, keperawatan medical bedah edisi 8. Jakarta:EGC.1998
Sjamsu hidayat. & dejong, Wim. Ilmu bedah. Jakarta: EGC. 1998

Tidak ada komentar:

Posting Komentar