Kamis, 09 Juni 2011

asuhan keperawatan pada pasien autisme

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989)
Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism. Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun model-model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi, apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka.
Pendekatan terapeutik dapat dilakukan untuk menangani anak austik tapi keberhasilannya terbatas, pada terapi perilaku dengan pemanfaatan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan kemahiran berbicara. Perilaku destruktif dan agresif dapat diubah dengan menagement perilaku.
Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant konditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan hukuman (dukungan negatif). Merupakan metode untuk mengatasi cacat, mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis. Kesabaran diperlukan karena kemajuan pada anak autis lambat.
Neuroleptik dapat digunakan untuk menangani perilaku mencelakkan diri sendiri yang mengarah pada agresif, stereotipik dan menarik diri dari pergaulan sosial.
Antagonis opiat dapat mengatasi perilaku, penarikan diri dan stereotipik, selain itu terapi kemampuan bicara dan model penanganan harian dengan menggunakan permainan latihan antar perorangan terstruktur dapt digunakan.
Masalah perilaku yang biasa seperti bising, gelisah atau melukai diri sendiri dapat diatasi dengan obat klorpromasin atau tioridasin.

1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas dan tingginya permasalahan dalam masalah anak autisme, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan:
1. Bagaimana cara mengatasi permasalahan yang ada pada anak autisme ?
2. Hal apa saja yang harus dilakukan untuk mengetahui penyebab anak autisme ?

1.3. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Diketahui bagaimana perjalanan penyakit pneumotorax serta apa saja komplikasi pada penyakit tersebut bagi masyarakat luas.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa/i STIKES Tri Mandiri Sakti dapat mengenal lebih baik lagi tentang masalah pada anak autisme.
b. Agar mahasiswa/i STIKES Tri Mandiri Sakti dapat mengetahui bagaimana cara pembuatan ASKEP pada anak autisme.

1.4. MANFAAT
Makalah yang telah penulis buat ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya dan para mahasiswa/i STIKES Tri Mandiri Sakti pada khususnya sehingga dapat menambah pengetahuan tentang masalah pada anak khususnya anak autisme..











BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Teoritis
2.1.1. Definisi
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:
• interaksi sosial,
• komunikasi (bahasa dan bicara),
• perilaku-emosi,
• pola bermain,
• gangguan sensorik dan motorik
• perkembangan terlambat atau tidak normal.
Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.
Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Perpasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:
1. Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.
2. Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).
4. Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.
5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.
Diagnosa Perpasive Develompmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD – NOS) umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa karakteristik autisme pada seseorang (Howlin, 1998: 79). National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme dan PDD – NOS adalah gangguan perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa dan gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan gangguan yang bersifat neurologis yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada perubahan dan adanya respon-respon yang tidak wajar terhadap pengalaman sensoris seringkali juga dihubungkan pada gejala autisme.
2.1.2. Patofisiologi


Tidak seperti banyak orang lain gangguan otak seperti Parkinson, autisme tidak memiliki mekanisme pemersatu yang jelas baik pada molekuler, seluler, atau tingkatan sistem, tetapi tidak diketahui apakah autisme adalah beberapa kelainan yang disebabkan oleh mutasi berkumpul di beberapa jalur molekuler umum, atau adalah (seperti cacat intelektual) set besar gangguan dengan berbagai mekanisme. autism tampaknya timbul akibat dari perkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi banyak atau semua fungsi sistem otak, dan mengganggu perkembangan otak waktu lebih dari produk akhir . Neuroanatomical penelitian dan asosiasi-asosiasi dengan teratogen sangat menyarankan bahwa mekanisme autisme itu meliputi perubahan dari perkembangan otak segera setelah pembuahan. anomali ini muncul untuk memulai kaskade patologis peristiwa dalam otak yang secara signifikan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Hanya setelah lahir, otak anak-anak autistik cenderung tumbuh lebih cepat dari biasanya, diikuti dengan normal atau relatif lebih lambat pertumbuhan di masa kanak-kanak. Tidak diketahui apakah awal pertumbuhan yang berlebihan terjadi pada semua anak-anak autistik. Tampaknya menjadi yang paling menonjol di wilayah-wilayah otak yang mendasari perkembangan kognitif yang lebih tinggi spesialisasi. Hipotesis untuk seluler dan molekuler dasar patologis berlebih awal meliputi:
• Kelebihan neuron yang menyebabkan overconnectivity lokal di daerah otak kunci.
• Terganggu saraf migrasi selama awal kehamilan.
• Seimbang penghambatan rangsang-jaringan. Abnormal pembentukan sinapsis dan dendritik duri, misalnya, dengan modulasi dari neurexin - neuroligin adhesi sel-sistem, atau oleh kurang diatur sinaptik sintesis protein. Dibatalkan pembangunan sinaptik mungkin juga berkontribusi untuk epilepsi, yang dapat menjelaskan mengapa dua kondisi yang terkait.
Interaksi antara sistem kekebalan dan sistem saraf mulai awal selama tahap embrionik kehidupan, dan sukses neurodevelopment tergantung pada respon imun yang seimbang. Ada kemungkinan bahwa aktivitas kekebalan yang menyimpang selama periode kritis neurodevelopment adalah bagian dari mekanisme dari beberapa bentuk ASD. Meskipun beberapa kelainan pada sistem kekebalan telah ditemukan dalam sub-sub kelompok khusus individu autistik, tidak diketahui apakah kelainan ini relevan dengan atau sekunder untuk proses penyakit autisme. Sebagaimana autoantibodies ditemukan dalam kondisi selain ASD, dan tidak selalu hadir dalam ASD, hubungan antara gangguan kekebalan dan autisme tetap tidak jelas dan kontroversial.
Hubungan antara zat kimia saraf dengan autisme belum dipahami dengan baik; beberapa telah diselidiki, dengan banyak bukti-bukti untuk peran serotonin dan perbedaan genetis dalam transportasi. Beberapa data menunjukkan peningkatan beberapa hormon pertumbuhan; data lain berpendapat untuk berkurang faktor pertumbuhan. Juga, beberapa kekeliruan metabolisme bawaan berhubungan dengan autisme tetapi account mungkin kurang dari 5% dari kasus.
Sistem neuron cermin (MNS) hypothesizes autisme teori bahwa distorsi dalam perkembangan MNS imitasi mengganggu dan menyebabkan autisme fitur inti kerusakan sosial dan komunikasi, kesulitan MNS beroperasi ketika binatang melakukan suatu tindakan atau mengamati binatang lain melakukan tindakan yang sama. MNS dapat berkontribusi pada pemahaman individu orang lain dengan mengaktifkan modeling perilaku mereka diwujudkan melalui simulasi dari tindakan mereka, niat, dan emosi. Beberapa studi telah menguji hipotesis ini dengan menunjukkan kelainan struktural di daerah MNS orang dengan ASD , penundaan pengaktifan dalam rangkaian inti untuk imitasi pada individu dengan sindrom Asperger, dan korelasi antara aktivitas MNS berkurang dan tingkat keparahan dari sindrom pada anak-anak dengan ASD. Namun demikian, individu dengan autisme juga memiliki otak abnormal aktivasi di banyak sirkuit di luar MNS [84] dan teori MNS tidak menjelaskan kinerja normal anak-anak autis pada tugas-tugas imitasi yang melibatkan tujuan atau objek.

Individu autistik cenderung menggunakan berbagai wilayah otak (kuning) untuk tugas gerakan dibandingkan dengan kelompok kontrol (biru).
ASD-pola yang terkait fungsi dan menyimpang rendah aktivasi di otak berbeda-beda tergantung pada apakah otak melakukan tugas-tugas sosial atau nonsocial. Di autisme ada bukti untuk mengurangi konektivitas fungsional dari jaringan standar, skala besar jaringan otak yang terlibat sosial dan emosional dalam pengolahan, dengan konektivitas utuh dari tugas-jaringan positif, yang digunakan dalam perhatian berkesinambungan dan tujuan-diarahkan berpikir. Pada orang dengan autis dua jaringan tidak berkorelasi negatif pada waktunya, menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam Toggling antara dua jaringan, mungkin mencerminkan gangguan referensial diri berpikir. A 2008 studi pencitraan otak menemukan pola tertentu sinyal di yang Cinguli korteks yang berbeda pada individu dengan ASD.
Teori yang underconnectivity autisme hypothesizes yang ditandai oleh tingkat tinggi underfunctioning hubungan saraf dan sinkronisasi, bersama dengan kelebihan proses tingkat rendah. Bukti untuk teori ini telah ditemukan di neuroimaging fungsional studi pada individu autistik dan oleh ilham studi yang menunjukkan bahwa orang dewasa dengan ASD telah overconnectivity lokal di korteks dan lemah hubungan fungsional antara lobus frontal dan seluruh korteks. Bukti lain menyarankan underconnectivity terutama dalam setiap belahan dari korteks dan bahwa autisme adalah suatu gangguan dari korteks asosiasi.
Dari studi yang didasarkan pada potensi terkait event, sementara perubahan pada aktivitas listrik otak sebagai respon terhadap rangsangan, terdapat banyak bukti untuk perbedaan-perbedaan dalam individu autistik sehubungan dengan perhatian, orientiation untuk pendengaran dan rangsangan visual, kebaruan deteksi, bahasa dan wajah pengolahan, dan informasi penyimpanan; beberapa studi telah menemukan suatu preferensi non-rangsangan sosial. Sebagai contoh, magnetoencephalography studi telah menemukan bukti pada anak-anak autistik yang tertunda tanggapan dalam otak pengolahan sinyal pendengaran.







WOC (Web Of Causation)
















2.1.3. Epidemiologi

Laporan kasus autisme per 1.000 anak-anak tumbuh secara dramatis di Amerika Serikat 1996-2007. Tidak diketahui berapa banyak, jika ada, pertumbuhan berasal dari perubahan dalam autisme's prevalensi.
Tinjauan cenderung memperkirakan prevalensi 1-2 per 1.000 untuk autisme dan mendekati 6 per 1.000 untuk ASD; karena kurangnya data, angka-angka ini mungkin meremehkan prevalensi benar ASD. PDD-NOS 's prevalensi telah diperkirakan 3,7 per 1.000, Sindrom Asperger di sekitar 0,6 per 1.000, dan gangguan disintegratif masa kanak-kanak di 0,02 per 1.000. Jumlah kasus autisme dilaporkan meningkat secara dramatis pada 1990-an dan awal 2000-an. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh perubahan dalam praktek diagnostik, arahan pola, ketersediaan layanan, usia saat diagnosis, dan kesadaran publik, meskipun belum diketahui faktor-faktor risiko lingkungan tidak dapat dikesampingkan. yang tersedia bukti tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa prevalensi autisme benar telah meningkat; yang nyata akan menyarankan meningkatkan mengarahkan lebih banyak perhatian dan dana terhadap perubahan faktor lingkungan daripada terus fokus pada genetika.
Anak laki-laki pada ASD risiko lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Rata-rata rasio jenis kelamin 4.3:1 dan sangat dimodifikasi oleh kerusakan kognitif: mungkin akan dekat dengan 2:1 dengan keterbelakangan mental dan lebih dari 5.5:1 tanpa. Meskipun bukti tidak melibatkan apapun yang berhubungan dengan kehamilan satu faktor risiko sebagai penyebab autisme, risiko autisme dikaitkan dengan usia lanjut di kedua orangtua, dan dengan diabetes, perdarahan, dan penggunaan obat-obatan psikiatrik pada ibu selama kehamilan. Risiko lebih besar dengan ayah yang lebih tua daripada dengan ibu-ibu yang lebih tua ; dua penjelasan potensial adalah peningkatan diketahui beban mutasi sperma yang lebih tua, dan hipotesis bahwa laki-laki menikah nanti jika mereka membawa tanggung jawab genetik dan menunjukkan beberapa tanda-tanda autisme. Kebanyakan ahli percaya bahwa ras, etnis, dan latar belakang sosial-ekonomi tidak mempengaruhi terjadinya autisme.
Beberapa kondisi lain yang umum pada anak-anak dengan autisme. Mereka termasuk:
• Penyakit genetik. Sekitar 10-15% dari kasus autisme memiliki diidentifikasi Mendel (single-gen) kondisi, kelainan kromosom, atau sindrom genetik lainnya, [152] dan ASD dikaitkan dengan beberapa kelainan genetik.
• Keterbelakangan mental. Bagian dari individu autistik yang juga memenuhi kriteria untuk keterbelakangan mental telah dilaporkan sebagai mana saja dari 25% sampai 70%, variasi lebar yang menggambarkan kesulitan menilai kecerdasan autistik. [154] Untuk ASD selain autisme, asosiasi yang mengalami keterbelakangan mental adalah jauh lebih lemah.
• Gangguan kecemasan adalah umum di antara anak dengan ASD, tidak ada data perusahaan, namun penelitian telah melaporkan prevalensi berkisar dari 11% menjadi 84%. Banyak gangguan kecemasan memiliki gejala yang lebih baik dijelaskan oleh ASD sendiri, atau sulit untuk membedakan dari gejala-gejala ASD.
• Epilepsi, dengan variasi risiko epilepsi karena usia, tingkat kognitif, dan jenis gangguan bahasa. Beberapa metabolik cacat, seperti fenilketonuria, dikaitkan dengan gejala autis.
• Minor anomali fisik meningkat secara signifikan dalam populasi autistik.
• Mendahului diagnosis. Meskipun DSM-IV aturan keluar bersamaan diagnosa dari banyak kondisi lain bersama-sama dengan autisme, kriteria lengkap ADHD, sindrom Tourette, dan kondisi ini sering hadir dan diagnosa komorbiditas ini semakin diterima.
• Masalah tidur mempengaruhi sekitar dua-pertiga dari individu dengan ASD pada titik tertentu di masa kanak-kanak. Ini paling sering termasuk gejala insomnia, seperti kesulitan untuk jatuh tertidur, sering terbangun malam hari, dan pagi terbangun. Masalah tidur berhubungan dengan perilaku sulit dan keluarga stres, dan sering menjadi fokus perhatian klinis di atas dan di atas diagnosis ASD utama.
2.1.4. Etiologi
Penyebab Autisme diantaranya :
• Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara).
• Kelainan kromosom (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
• Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
• Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.
• Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sensori serta kejang epilepsi
• Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak
• Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak berespon saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata, memberikan kesan jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua memperlihatkan rasa ingin tahu atau minat pada lingkungan, bermainan cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi pra verbal kemungkinan terganggu dan tampak berteriak-teriak.
• Pada masa anak-anak dan remaja, anak yang autis memperlihatkan respon yang abnormal terhadap suara anak takut pada suara tertentu, dan tercengggang pada suara lainnya. Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan. Mereka yang mampu berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan konstruksi telegramatik. Dengan bertumbuhnya anak pada waktu berbicara cenderung menonjolkan diri dengan kelainan intonasi dan penentuan waktu. Ditemukan kelainan persepsi visual dan fokus konsentrasi pada bagian prifer (rincian suatu lukisan secara sebagian bukan menyeluruh). Tertarik tekstur dan dapat menggunakan secara luas panca indera penciuman, kecap dan raba ketika mengeksplorais lingkungannya.
• Pada usia dini mempunyai pergerakan khusus yang dapat menyita perhatiannya (berlonjak, memutar, tepuk tangan, menggerakan jari tangan). Kegiatan ini ritual dan menetap pada keaadan yang menyenangkan atau stres. Kelainann lain adalah destruktif , marah berlebihan dan akurangnya istirahat.
• Pada masa remaja perilaku tidak sesuai dan tanpa inhibisi, anak austik dapat menyelidiki kontak seksual pada orang asing.

2.1.5. Prognosis
Anak terutama yang mengalami bicara, dapat tumbuh pada kehidupan marjinal, dapat berdiri sendiri, sekalipun terisolasi, hidup dalam masyarakat, namun pada beberapa anak penempatan lama pada institusi mrp hasil akhir. Prognosis yang lebih baik adalah tingakt intelegensi lebih tinggi, kemampuan berbicara fungsional, kurangnya gejala dan perilaku aneh. Gejala akan berubah dengan pertumbuhan menjadi tua. kejang-kejang dan kecelakaan diri sendiri semakin terlihat pada perkembangan usia.

2.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :
a. Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal yang tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-lagu dan istilah yang didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empati dan ketidakmampuan berteman. Dalam tes non verbal yang memiliki kemampuan bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak austik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu untuk bermain sendiri.
b. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
c. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa dimana anak tercenggang dengan objek mekanik.
d. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk memelihara lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi terikat dan tidak bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan .
e. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
f. Kontak mata minimal atau tidak ada.
g. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas terhadap rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya respon terkejut terhadap suara keras yang mendadak menunjukan menurunnya sensitivitas pada rangsangan lain.
h. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada emosional
i. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung pangkal, bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya mampu untuk berbicara pada sekitar umur yang biasa, kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.
j. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
k. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan mengedipkan mata, wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan berjingkat-jingkat.

2.1.7. Penatalaksanaan
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur. Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri sendiri. Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi. Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari, penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan sebagainya. Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus. Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi.

2.2 Asuhan Keperawatan Teori
2.2.1. Pengkajian
1. Biodata Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan diagnose medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan dahulu
c. Riwayat kesehatan keluarga
3. Riwayat Psikologis
Meliputi koping keluarga dalam menghadapi masalah
4. Riwayat Tumbuh Kembang
a. Bayi Baru Lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma rasa sakit.
c. Sakit pada saat kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit pada saat kehamilan tidak keluar mekonium
5. Riwayat Sosial
a. Hubungan sosial di luar lingkungan internal
b. Hubungan internal antara anggota keluarga
Pengkajian data fokus pada anak dengan gangguan perkembangan pervasive menurut Isaac, A (2005) dan Townsend, M.C (1998) antara lain:
a. Tidak suka dipegang
b. Rutinitas yang berulang
c. Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan
d. Terpaku pada benda mati
e. Sulit berbahasa dan berbicara
f. 50% diantaranya mengalami retardasi mental
g. Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri sendiri dengan orang lain
h. Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan orang lain
i. Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang lain
j. Mengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang lain atau gerakkan-gerakkan mimik orang lain.
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa autis dapat ditentukan dengan cara :
• Tidak ada tes laboratorium atau fisik yang memastikan secara pasti diagnosa Autisme
• Sebaiknya ada Tim Diagnostik yang terdiri dari Neurolog, Ahli perkembangan anak, Juru terpai perkataan / bahasa dan Konsultan pendidikan istemewa.
• Tim ini memakai wawancara, observasi dan daftar ciri khas yang dikembangkan untuk membuat diagnosa autis.
Dari kesimpulan diatas maka kami mengambil beberapa contoh diagnosa yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu :
a. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan dengan kerusakan fungsi kognitif.
b. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita retardasi mental.
c. Resiko tinggi cedera (fisik) berhubungan dengan faktor usia orang tua.
2.2.3. Intervensi / Rencana Keperawatan
a. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan dengan kerusakan fungsi kognitif.
Tujuan : Pasien mencapai potensi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
Intervensi :
1. Libatkan anak dan keluarga dalam program stimulasi dini pada bayi untuk membantu memaksimalkan perkembangan anak.
2. Kaji kemajuan perkembangan anak dengan interval regular.
3. Bantu keluarga untuk menentukan kesiapan anak untuk mempelajari tugas-tugas khusus karena kesiapan anak mungkin saja tidak mudah untuk dikenali.
b. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita retardasi mental.
Tujuan : Pasien ( Keluarga ) mendapat dukubgan yang adekuat.
Intervensi :
1. Berikan informasi pada keluarga sesegera mungkin pada saat akan mengalami proses persalinan karena keluarga dapat mencurigai adanya masalah yang mungkin memerlukan dukungan segera.
2. Bila mungkin, berikan informasi tertulis pada keluarga tentang kondisi anak ( autisme ).
3. Tunjukkan penerimaan terhadap anak melalui prilaku yang memberikan kebutuhan anak seperti kasih sayang karena orangtua sensitif pada sikap profesional.
c. Resiko tinggi cedera (fisik) berhubunagn dengan faktor usia orang tua.
Tujuan : Agar tidak terjadi Syndrome Down
Intervensi :
a. Diskusikan dengan para calon Ibu yang beresiko tinggi tentang bahaya melahirkan anak dengan sindrome down agar keluarga dapat membuat keputusan yang reproduktif.
b. Diskusikan pilihan aborsi efektif dengan calon Ibu yang mengandung janin dengan gangguan sindrome down.
c. Diskusikan dengan orangtua dan anak-anak remaja didalam keterlibatan penyakit ini.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.1.1. Identitas Penderita
Nama : An. E
Tempat Tanggal Lahir : Karang Tinggi, 10 Juni 2002
Jenis Kelamin : Laki – laki
Pendidikan Anak : Sekolah Luar Biasa (SLB)/SD
Anak ke : Ke-3 dari 3 bersaudara
Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Nama Ayah : Tn. As
Pekerjaan Ayah : Swasta
Pendidikan : S1
Alamat : Jl. Hibrida Raya No. 10 Kelurahan Sidomulyo
Diagnosa Medis : Autis

3.1.2 Keluhan Utama
Alasan masuk RS : Karena adanya gangguan pada An. E yaitu autisme yang menyebabkan An. E sulit berkomunikasi dengan orang yang ada di sekitarnya.

3.1.3 Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
1. Pranatal : Sebelum mengalami kehamilan istri Tn. As tidak mengalami penyakit atau gangguan yang dapat menyebabkan kelainan pada kehamilannya.
2. Intranatal : Tidak terjadi kelainan yang dapat menyebabkan gangguan pada kehamilannya
3. Postnatal : Kelahiran istri Tn. As normal dan tidak terjadi gangguan

3.1.4 Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Penyakit yang diderita sebelumnya : Tidak ada
2. Pernah di rawat di Rumah Sakit : Tidak pernah
3. Obat-obatan yang digunakan : -
4. Alergi : -
5. Kecelakaan : -
6. Riwayat imunisasi :
No. Imunisasi / vaksin Umur
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. BCG
Hepatitis B
Polio
DPT 1
DPT 2
DPT 3
Campak
0-2 Bulan
1 Bulan
4 Bulan
2 Bulan
3 Bulan
4 Bulan
6 Bulan




3.1.5 Riwayat kesehatan saat ini
Saat ini klien yang mengalami keadaan autis sehingga klien sangat sulit untuk bergaul dengan orang yang ada di sekitarnya karena klien sangat sensitif terhadap rangsangan dari luar yang menurut dirinya dapat membahayakan dirinya.


3.1.6 Riwayat kesehatan keluarga disertai genogram 3 generasi











Keterangan :
• : Laki-laki
• : Perempuan
• ---- : Tinggal 1 Rumah
• X : Meninggal

3.1.7 Riwayat Tumbuh Kembang
1. Kemandirian dan bergaul : Tergantung dengan keluarga
2. Motorik kasar : Dapat berdiri dengan tegak, dll
3. Motorik halus : Dapat memegang mainan dengan menggunakan tangannya
4. Lain-lain : -

3.1.8 Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh klien : Keluarga
2. Hubungan dengan anggota keluarga : Baik
3. Hubungan dengan teman sebaya : Tidak dapat bergaul dengan baik
4. Pembawaan secara umum : Bermacam-macam seperti dapat menarik diri dapat juga hiperaktif terhadap segala hal
5. Lingkungan rumah : Bersih

3.1.9 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Anak tampak apatis dan hiperaktif
2. TB/BB (cm) : 100 cm / 32 Kg
3. Kepala
a. Lingkar Kepala : 35 cm
b. Rambut : Kebersihan : Bersih
Warna : Coklat
Tekstur : Lebat
Distribusi rambut : -
Kuat/mudah tercabut : Kuat
4. Mata : Simetris
Sklera : Normal
Konjungtiva : Normal
Palpebra : Mongoloid
Pupil : Ukuran : Normal, Bentuk : Bulat
Reaksi : refleks terhadap cahaya
5. Telinga : Simetris, Serumen : Tidak Ada
Pendengaran : Normal
6. Hidung : Septum Simetris, Serumen : Tidak Ada
7. Mulut : Anak bisa membuka mulut dengan baik, mulut bersih
8. Leher
a. Kelenjar Getah Bening : tidak ada massa (benjolan)
b. Kelenjar Tiroid : tidak ada massa (benjolan)
c. JVP : tidak terjadi distensi vena
9. Dada
a. Inspeksi : Dada simetris
b. Palapasi : Tidak ada penonjolan dan pembengkakan
10. Jantung
a. Inspeksi : Melihat adanya pembesaran Ventrikel
b. Palpasi : Tidak terjadi pembesaran ventrikel
c. Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2, S3, S4
11. Paru-paru
a. Inspeksi : Terjadi pengembangan paru (normal)
b. Palpasi : Tidak ada tumor dan massa
c. Perkusi : Sonor (normal)
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler (normal)
12. Perut
a. Inspeksi : Simetris
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi : Bunyi timpani pada seluruh abdomen
d. Auskultasi : Bising usus, suara bising (bruit) pada seluruh permukaan
13. Punggung : Bentuk Lordosis
14. Ekstremitas : Kekuatan dan Tonus Otot
a. Atas : Inspeksi pada tulang
b. Bawah : Gaya berjalan Berbentuk huruf O
15. Genitalia : Fimosis (pembukaan preputium sangat kecil sehingga tidak dapat ditarik ke glands)
16. Kulit : Warna : Kuning langsat, Turgor : Normal, Integritas : - , Elastisitas : Normal
17. Pemeriksaan Neurologis : Refleks patologis

3.1.10 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : -
2. Rontgen : -
3. Lain-lain : -

3.1.11 Kebutuhan Dasar sehari-hari

No Jenis Kebutuhan Di Rumah Di Rumah Sakit
1. Makan 3xsehari 3xsehari
2. Minum ± 8 gelas perhari ± 6 gelas perhari
3. Tidur ± 6 jam ± 6 jam
4. Mandi 3xsehari 3xsehari
5. Eliminasi Normal Normal
6. Bermain Aktif Aktif




3.1.12 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1.















2.















3. DS : - Pasien mengatakan sulit bermain dan berkomunikasi dengan orang yang ada di sekitarnya.
- Pasien mengatakan sulit untuk tidur.
- Keluarga klien mengatakan bahwa anaknya suka rewel.

DO : - TD : 100/60 mmHg
- RR : 24 x permenit
- Suhu : 36 ºC
- Nadi : 100 x permenit

DS : - Pasien mengatakan tidak diperhatikan oleh orang tuanya.
- Pasien mengatakan jenuh dengan suasana rumahnya

DO : - TD : 100/60 mmHg
- RR : 24 x permenit
- Suhu : 36 ºC
- Nadi : 100 x permenit
- Pasien tampak bingung
- Pasien tampak acuh tak acuh (apatis)


DS : - Pasien mengatakan sangat aktif jika sedang bermain
- Pasien mengatakan sering jatuh

DO : TD : 100/60 mmHg
- RR : 24 x permenit
- Suhu : 36 ºC
- Nadi : 100 x permenit
- Pasien tampak senang jika sedang bermain. Kerusakan fungsi kognitif














Mempunyai anak yang mempunyai retardasi mental













Faktor usia orang tua Perubahan pertumbuhan dan perkembangan













Perubahan proses keluarga














Resiko tinggi cedera (fisik)

3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan dengan kerusakan fungsi kognitif.
b. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita retardasi mental.
c. Resiko tinggi cedera (fisik) berhubungan dengan faktor usia orang tua.



3.3 Asuhan keperawatan

No DK Perencanaan Implementasi
Tujuan / KH Intervensi
1.





































2.














































3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangandengan kerusakan fungsi kognitif.
















Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita retardasi mental.



















Resiko tinggi cedera (fisik) berhubungan dengan faktor usia orang tua.

Pasien mencapai potensi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. 1. Libatkan anak dan keluarga dalam program stimulasi dini pada bayi untuk membantu memaksimalkan perkembangan anak.


2. Kaji kemajuan perkembangan anak dengan interval regular


3. Bantu keluarga untuk menentukann kesiapan anak untuk mempelajari tugas tugas khusus karna kesiapan anak mungkin saja tidak mudah untuk di kenali
1.Berikan informasi kepada keluarga sesegera mungkin pada saat akan mengalami proses persalinan karna keluarga dapat mencurigai adanya masalah yang mungkin memerlukan dukungan segera


2.Bila mungkin berikan informasi tertulis pada keluarga tentang kondisi anak.


3.Tunjukan penerimaan terhadap anak melalui perilaku yang memberikan kebutuhan anak seperti kasih sayang, karna orang tua sensitip pada sifat profesional


1. Diskusikan dengan para calon ibu yang berisiko tinggi terhadap bahaya melahirkan dengan sindrome down agar keluarga dapat membuat keputusan yang reproduktif


2. Diskusikan pilihan aborsi efektip dengan calon ibu yang mengandung janin dengan gangguan sindrome down


3. Diskusikan dengan orang tua dan anak anak di dalam remaja keterlibatan untuk penyakit ini

1.Melibatkan anak dan keluarga dalam program stimulasi dini pada bayi untuk membantu memaksimalkan perkembangan anak.






2.Mengkaji kemajuan perkembangan anak dengan interval regular




3.Membantu keluarga untuk menentukann kesiapan anak untuk mempelajari tugas tugas khusus karna kesiapan anak mungkin saja tidak mudah untuk di kenali


1.Memberikan informasi kepada keluarga sesegera mungkin pada saat akan mengalami proses persalinan karna keluarga dapat mencurigai adanya masalah yang mungkin memerlukan dukungan segera








2.Bila mungkin berikan informasi tertulis pada keluarga tentang kondisi anak.



3.Menunjukan penerimaan terhadap anak melalui perilaku yang memberikan kebutuhan anak seperti kasih sayang, karna orang tua sensitip pada sifat profesional



1.Mendiskusikan dengan para calon ibu yang berisiko tinggi terhadap bahaya melahirkan dengan sindrome down agar keluarga dapat membuat keputusan yang reproduktif







2.Mendiskusikan pilihan aborsi efektip dengan calon ibu yang mengandung janin dengan gangguan sindrome down




3.Mendiskusikan dengan orang tua dan anak anak di dalam remaja keterlibatan untuk penyakit ini



3.4 Catatan Perkembangan
Nama Klien : An. E
Ruang Rawat : Melati 1
Diagnosa Medik : Autisme

Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangandengan kerusakan fungsi kognitif.























2.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita retardasi mental.
















3. Resiko tinggi cedera (fisik) berhubungan dengan faktor usia orang tua.
1.Melibatkan anak dan keluarga dalam program stimulasi dini pada bayi untuk membantu memaksimalkan perkembangan anak.

2. Mengkaji kemajuan perkembangan anak dengan interval regular.

3.Membantu keluarga untuk menentukann kesiapan anak untuk mempelajari tugas tugas kusus karna kesiapan anak mungkin saja tidak mudah untuk di kenali





























1.Memberikan informasi kepada keluarga sesegera mungkin pada saat akan mengalami proses persalinan karna keluarga dapat mencurigai adanya masalah yang mungkin memerlukan dukungan segera.

2.Bila mungkin berikan informasi tertulis pada keluarga tentang kondisi anak.

3.Menunjukan penerimaan terhadap anak melalui perilaku yang memberikan kebutuhan anak seperti kasih sayang, karna orang tua sensitip pada sifat profesional











1.Mendiskusikan dengan para calon ibu yang berisiko tinggi terhadap bahaya melahirkan dengan sindrome down agar keluarga dapat membuat keputusan yang reproduktif

2.Mendiskusikan pilihan aborsi efektip dengan calon ibu yang mengandung janin dengan gangguan sindrome down

3.Mendiskusikan dengan orang tua dan anak anak remaja di dalam keterlibatan untuk penyakit ini








S :
 Pasien mengatakan sudah dapat berkomunikasi dengan keluarga dan orang yang ada di sekitarnya.
 Pasien mengatakan tidak terlalu sulit tidur lagi
 Keluarga pasien mengatakan bahwa anaknya sudah tidak terlalu rewel lagi

O :
 TD : 100/60 mmHg RR : 24 x permenit
 Suhu : 36 ºC
 Nadi : 100 x permenit
 Pasien tampak bingung
 Pasien tampak acuh tak acuh (apatis)

A :
 Pasien sudah mampu berkomunikasi dg orang disekitarnya
 Pasien sudah tidak terserang insomnia lagi
 Keluarga sudah mampu mengatasi rewel anaknya

P :
 Intervensi dilanjutkan



S :
 Orang tua pasien sudah mulai memberi perhatian lebih pada anaknya
 Pasien mengatakan sudah dapat menghilangkan jenuhnya

O :
 TD : 100/60 mmHg
 RR : 24 x permenit
 Suhu : 36 ºC
 Nadi : 100 x permenit

A :
 Anak sudah merasakan perhatian lebih dari orang tuanya
 Jenuh pasien sudah dapat diatasi dengan modifikasi lingkungan rumahnya

P :
 Intervensi Dilanjutkan




S :
 Pasien mengatakan sudah dapat mengontrol bernainnya yang sangat aktif dan berlebihan
 Pasien mengatakan masih sering jatuh walaupun jarang

O :
 : TD : 100/60 mmHg
 RR : 24 x permenit
 Suhu : 36 ºC
 Nadi : 100 x permenit


A :
 Anak sudah tidak bermain secara aktif berlebihan

 Anak terkadang masih sering jatuh
P :
 Intervensi dilanjutkan

























BAB IV
PENUTUP

4.1 kesimpulan
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:
• interaksi sosial,
• komunikasi (bahasa dan bicara),
• perilaku-emosi,
• pola bermain,
• gangguan sensorik dan motorik
• perkembangan terlambat atau tidak normal.
Beberapa kondisi lain yang umum pada anak-anak dengan autisme. Mereka termasuk:
• Penyakit genetik. Sekitar 10-15% dari kasus autisme memiliki diidentifikasi Mendel (single-gen) kondisi, kelainan kromosom, atau sindrom genetik lainnya, [152] dan ASD dikaitkan dengan beberapa kelainan genetik.
• Keterbelakangan mental. Bagian dari individu autistik yang juga memenuhi kriteria untuk keterbelakangan mental telah dilaporkan sebagai mana saja dari 25% sampai 70%, variasi lebar yang menggambarkan kesulitan menilai kecerdasan autistik. [154] Untuk ASD selain autisme, asosiasi yang mengalami keterbelakangan mental adalah jauh lebih lemah.
• Gangguan kecemasan adalah umum di antara anak dengan ASD, tidak ada data perusahaan, namun penelitian telah melaporkan prevalensi berkisar dari 11% menjadi 84%. Banyak gangguan kecemasan memiliki gejala yang lebih baik dijelaskan oleh ASD sendiri, atau sulit untuk membedakan dari gejala-gejala ASD.
• Epilepsi, dengan variasi risiko epilepsi karena usia, tingkat kognitif, dan jenis gangguan bahasa. Beberapa metabolik cacat, seperti fenilketonuria, dikaitkan dengan gejala autis.
• Minor anomali fisik meningkat secara signifikan dalam populasi autistik.
• Mendahului diagnosis. Meskipun DSM-IV aturan keluar bersamaan diagnosa dari banyak kondisi lain bersama-sama dengan autisme, kriteria lengkap ADHD, sindrom Tourette, dan kondisi ini sering hadir dan diagnosa komorbiditas ini semakin diterima.
• Masalah tidur mempengaruhi sekitar dua-pertiga dari individu dengan ASD pada titik tertentu di masa kanak-kanak. Ini paling sering termasuk gejala insomnia, seperti kesulitan untuk jatuh tertidur, sering terbangun malam hari, dan pagi terbangun. Masalah tidur berhubungan dengan perilaku sulit dan keluarga stres, dan sering menjadi fokus perhatian klinis di atas dan di atas diagnosis ASD utama.
Penyebab Autisme diantaranya :
• Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara).
• Kelainan kromosom (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
• Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
• Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.
• Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sensori serta kejang epilepsi
• Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak
• Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak berespon saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata, memberikan kesan jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua memperlihatkan rasa ingin tahu atau minat pada lingkungan, bermainan cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi pra verbal kemungkinan terganggu dan tampak berteriak-teriak.

4.2 Saran
Dalam upaya meningkatkan asuhan keperawatan klien dengan penyakit autisme, hendaknya :
- Klien diberi support agar dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan baik.
- Memberi perawatan dan perhatian kepda klien dalam proses perawatan.
- Peningkatan dan penyedian sarana dan prasarana serta kerja sama antara pihak rumah sakit dengan keluarga.
- Diharapkan kepada keluarga kiranya dapat merawat klien apabila dilakukan perawatan dirumah.






DAFTAR PUSTAKA

Prasetyono, DS.Serba-serbi anak autisme.2008.Diva Pres:Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme
http://www.autis.info/
http://www.autisme.or.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar